Baik sertifikat HGB maupun SHM sama-sama merupakan sertikat yang menjadi bukti kepemilikan yang resmi terhadap suatu tanah. Sertifikat HGB (Hak Guna Bangunan) memuat izin untuk menggunakn bangunan yang berdiri di atas sebidang tanah. Berbeda dengan SHM (Sertifikat Hak Milik) yang menerangkan bahwa pemiliknya telah menguasai secara penuh tanah tersebut.
Sertifikat HGB (Hak Guna Bangunan) juga bisa diterjemahkan sebagai hak untuk mendirikan dan mempunyai bangunan di atas tanah bukan miliknya pribadi. Jangka waktu sertifikat HGB mencapai 30 tahun dengan tenggat masa perpanjangan sampai dengan 20 tahun. Sedangkan SHM (Sertifikat Hak Milik) menyatakan kepemilikan atas tanah. SHM hanya bisa didapatkan oleh WNI serta bersifat turun-temurun, paling kuat, dan terpenuhi. Landasan hukum kedua sertifikat ini yaitu UU No. 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria dan UU No. 25 tahun 2007 tentang Penanaman Modal.
Walaupun sama-sama merupakan sertifikat tanah, sertifikat HGB berbeda dengan SHM. Mau tahu apakah perbedaan-perbedaan antara keduanya?
- Suatu tanah yang dilengkapi dengan sertifikat HGB berarti tanah tersebut merupakan milik negara. Pemilik sertifikat ini hanya boleh menggunakan tanah tersebut dengan bijak tanpa memilikinya. Lain halnya dengan SHM, tanah yang dilampiri oleh SHM menandakan bahwa tanah tersebut dimiliki oleh nama yang tercantum pada sertifikat. Jadi pemegangnya mempunyai hak penuh atas tanah tersebut.
- Seseorang yang mempunyai tanah yang disertai sertifikat HGB mempunyai hak untuk mendirikan bangunan di atas tanah tersebut dan bentuk pengelolaan atas tanah lainnya. Sedangkan seseorang yang memiliki tanah ber-SHM bebas memakai tanahnya asalkan tidak melanggar hukum di Indonesia.
- Rata-rata masa berlaku sertifikat HGB berkisar antara 20-30 tahun. Sebelum jatuh tempo, pemilik tanah bersertifikat HGB wajib melakukan perpanjangan masa berlakunya agar haknya tetap dimiliki. Hal ini berbeda dengan SHM yang berlaku untuk selamanya sehingga tidak perlu mengurus perpanjangan sertifikat sama sekali.
- Setiap orang yang tinggal di Indonesia, baik WNI maupun non-WNI, bisa mendapatkan tanah yang dilengkapi sertifikat HGB. Berbeda dengan tanah SHM yang hanya diperuntukkan kepada para WNI.
- Sertifikat HGB biasanya menyertai produk-produk properti yang dibangun oleh perusahaan. Misalnya perumahan, pusat perbelanjaan, komplek pertokoan, dan sebagainya. Sementara untuk SHM kebanyakan dimiliki oleh perseorangan yakni tanah warisan.
Mengubah Sertifikat HGB Menjadi SHM
Jika Anda WNI dan saat ini memiliki tanah yang masih bersertifikat HGB, Anda bisa kok mengubah sertifikat tersebut menjadi SHM agar status kepemilikannya lebih kuat. Semua proses pengurusan ini bisa dilakukan di kantor pertanahan setempat sesuai dengan informasi pada sertifikat HGB. Persyaratan utamanya ialah sertifikat HGB harus atas nama seorang WNI, ukuran luasnya kurang dari 600 m2, pemilik sertifikat masih menguasai tanahnya secara penuh, serta mempunyai HGB yang masih berlaku.
Berikut ini syarat-syarat dokumen yang harus dilampirkan :
- Asli sertifikat HGB
- Fotokopi IMB (Izin Mendirikan Bangunan)
- Fotokopi KTP
- Fotokopi SPPT PBB (Pajak Bumi dan Bangunan)
- Surat permohonan kepada Kepala Kantor Pertanahan
- Surat pernyataan tidak mempunyai tanah lebih dari 5 bidang dan luasnya kurang dari 5.000 m2.
- Biaya perkara